Rabu, 23 Maret 2011

MENUJU KAMPUS MADANI

‘’kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada allah yang ma’ruf dan  mencegah dari munkar, dan beriman kepada Allah…’’                                             ( Q.S. Ali-‘Imran : 110)
            Politik (siyah dalam istilah islam) adalah segala urusan yang ditunjukan untuk mendatangkan kemaslahatan masyarakat. Sehingga, tidak terbersik sedikitpun di dalam hati para pelakunya untuk menjadikan kekuasaan sebagai tujuan akhir dari politik. (Yusuf Qordhowi)


Sebuah Pengantar
            Kampus adalah lingkungan paling kondusif untuk membentuk sebuah ideologi pemikiran ataupun pergerakan. Betapa banyaknya tokoh-tokoh besar bangsa ini lahir dari sebuah lingkungan kampus tersebut. Aktualisasi nilai-nilai pergerakanpun akan semakin nyata muncul ketika seseorang berada dalam lingkungan kampus tersebut. Sehingga begitu pentingnya masa-masa keberadaan kita di kampus untuk bias menjadikannya sebagai sarana untuk berkontribusi menebar benih-benih kebaikan kepada masyarakat kampus.
            Secara implicit, istilah madani diartikan sebagai sebuah kondisi madaniyah dengan berkaca pada fase madinah di zaman rasullulah saw. Namun secara eksplisit, istilah madani berkembang menjadi sebuah kondisi ideal dalam sebuah keadaan. Keteraturan, perdamain, keamanan, kenyamanan, keadilan, kesejahteraan tercermin dari istilah madani ini. Semua sepakat bahwa kondisi madani adalah kondisi yang diinginkan, diimpikan, dan diharapkan. Generasi madani dengan peradapan madaninya mutlak menjadi sebuah harapan yang mutlak memang harus diwujudkan. Berbicara tentang konteks kampus, warga kampus juga tentu mendambakan suasana atau kondisi madani  dikampusnya.
            Dalam rangka “ Renovasi Dakwah Kampus” setidaknya ada 8 (delapan) point yang kemudian menjadi ciri sebuah kampus madani. Ke-delapan indicator tersebut mutlak harus dimiliki oleh kampus yang ingin menjadi kampus yang madani ini. Indikator-indikator dari sebuah kampus madani adalah:
  1. Regional, artinya, dimudahkan akses peningkatan pemahaman akan beragama dalam kampus tersebut. Kran-kran kemudahan memperoleh kemudahan memperoleh wawasan peningkatan ruhiyah melalui forum-forum kajian, konsultasi, taujih, bias diakses dengan mudah, acceptable, terbuka dan menyeluruh terhadap stakeholder (Mahasiswa, Dosen, Pegawai, Umum) sebuah kampus. Pada fase ini, kondisi masyarakat yang mengenal dan memahami agama secara utuh dari teori sampai pelaksanaan nilai-nilainya. Fase ini ditandai dengan nuansa religious dari personal, lembaga, sarana, budaya, maupun kebijakan yang berlaku dikampus tersebut. Religious disini bukan hanya sekedar tugas dari Badan Otonom atau UKM kerohanian saja untuk mengaplikasikannya, namun kondisi dimana semua warga kampus menyadari atas urgensi kerohanian mereka sehingga terlaksana sebuah nuansa religious dalam sebuah kampus. Jika waktu shalat tiba, berbondong-bondonglah dosen, mahasiswa, pegawai kampus, sopir bus kampus, pegawai kantin, ke mesjid terdekat untuk melaksanakan shalat berjama’ah. Demikian juga dengan kondisi-kondisi kelas yang kosong pada jam shalat wajib. Ini menjadi sebuah ukur awal disebutnya sebuah kampus menjadi kampus madani.
  2. Institusional. Ciri kedua sebuah kampus madani adalah terdapatnya institusi-institusi yang kredibel (proaktif, empatik, jujur, dan dialogis) dan profesioanal sebagai penompang gerak dinamika kampus itu sendiri. Institusi-institusi ini bias terwujud institusi kemahasiswaan (BEM, DPM, HMJ, dll) maupun institusi mandiri, atau bahkan institusi-institusi yang secara langsung dikelola oleh pihak birokrasi kampus yang benar-benar kredibel dibidangnya masing-masing dan memberikan pelayanan terhadap kepentingan mahasiswa, serta stakeholder kampus lainnya.
  3. Constitutional. Tahap ini tercermin dari aturan yang lengkap yang melingkupi dan menaugi seleruh aspirasi komponen kampus dan diinspirasi oleh nilai-nilai ruhani serta disepakati menjadi pilihan bersama dalam kampus. Pada tahap ini terjadi sebuah rule kampus yang jelas, teratur, berkesinambungan dan diterima oleh masyarakat kampus sehingga masyarakat kampus dapat memahami apa saja yang menjadi haknya, ada sebuah undang-undang mengenai kemahasiswaan yang disepakti dan dilaksanakan secara bersama, sehingga yang melanggar akan mendapat sanksi dan seluruh element mahasiswa berkewajiban untuk melaksakannya. Bukan malah elemen mahasiswa itu sendiri yang menjadi pelanggarnya. Kondisi paradox terjadi dikampus kita. Wujud mahasiswa NATO ( Nato Action Talk Only).
  4. Intellectual. Kampus madani adalah kampus yang warga kampusnya yang bersemangat tiggi dalam menuntut ilmu, mengamalnya, dan menyerukan kepada yang lain. Masyarakat kampus inilaha yang akan menghasilkan sebuah model dan sarana peningkatan kredibilats professional (core competence, management, and strategic thinking), kredibiltas moral (komitmen dan nilai), dan kredibilitas social (human relation). Intellectual menjadi sebuah tradisi dalam dunia akademis dan menjadi tuntutan.
  5. Peaceful Oriented. Berorientasi kepada kedamain. Artinya, kondisi aman dan harmonis, serta Lima Es (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun) selalu teraplikasi. Ketika memasuki kampus ini, entah itu masyarakat lama ataupun pendatang akan marasakan suasana aman dan nyamannya. Dikampus yang seperti ini, segala bentuk kejahatan, anarkis, diktatorisme, rasialisme, egoisme, terorisme,dll. Adalah menjadi musuh bersama untuk ditumpas.
  6. Egalitarian. Artinya warga kampus madani ini tidak mengenal pembedaan atas symbol-simbol duniawi. Merdeka dari senioritas dan pengkastaan. Dikampus ini, tidak ada cerita mahasiswa junior ditindas oleh senior, atau mahasiwa diperas oleh dosen untuk member nilai. Bebas dari kekerdilan intelektual seperti itu.
  7. Justice. Berkeadilan, kampus ini memiliki warga yang memiliki kesamaan etika dalam menjaga hak agama, harta, akal, jiwa, keturunan. Semua dapat membela haknya dan mendapatkan funishment atas pelanggaran yang dibuatnya. Pihak birokrat kampus tidak membedakan setatus ketika penerimaan mahasiswa baru, dan memberikan hak yang sesuai terhadap kebutuhan mahasiswanya. Dalam hal distribusi misalnya, berkeadilan disini adalah sesuatu yang proporsional. Sehingga yang layak menerimalah yang sepatutnya menerima bantuan tersebut. Bukan malah merka yang memiliki koneksi dengan kolusinya, terlepas dari mereka berada dan berkelas menengah keatas. Pada tahap ini, semua legowo atas keadilan yang terlaksana.
  8. Technology Oriented., berorientasi kepada teknologi. Artinya, bahwa kampus pada fase madani memiliki warga masyarakat yang menguasai teknologi dan mengerahkan segala kemampuan dan sarananya untuk kebaikan. Tidak ada lagi istilah gaptek (gagap IPTEK) dikampus madani ini. Kemudahan menggunakan piranti yang berhubungan dengan teknologi pun diakses dengan mudah dan fleksibel oleh masyarakat kampus. Hotspot misalnya, warnet gratis, perputakaan maya, dll. Yang kesemuanya memicu kampus untuk berangkat menuju ke-madanian-nya.
Sekarang pertanyaanya, bisakah kita mewujudkan kampus madani tersebut? Apakah setelah persepsi kita sama mengenai kampus madani harapan kita menjadi asa karena berfikir alangkah tinggi sebuah standar yang diinginkan sebuah kampus madani itu? Utopiskah harapan-harapan itu. Tidak, kawan. Justru itu tantangannya, jangan berhenti brmimpi. Mimpi inilah yang akan memiju semangat kita menuju pergeseran paradigma kehidupan kampus yang hedonis., atau bahkan biasa-biasa saja, menjadi kampus madani, kampus yang luar biasa. Kita akan bersama-sama mewujudkan kampus kita menjadi kampus madani ini. Mulai saat ini kita akan coba bersama-sama memperbaiki diri dan mempersiapkan strategi dengan target kampus madani. Itu tidak akan sulit. Tentu kita ingin melihat kampus ini menjadi sebuah kampus madani. Kita akan songsong madani tersebut dengan kualifikasi generasi yang berbudi, artinya kita memiliki keluhuran akhlak dan etika, dalam bertingkah laku , berkelakuan , berbicara, berbusana, dll. Berkreasi, madani menuntut kita untuk selalu menyeimbangkan pengoptimalan otak kiri dan otak kanan sehingga kreativitas dan potensi-potensi kita dapat dieksplore dengan maksimal. Berprestasi, adalah sebuah pilihan menjadi berprestasi atau tidak sama sekali. Namun, tidak ada kata tidak untuk hal kebaikan dikampus era madani.
Madani dapat kita lebih pemudah bahasanya dalam sebuah akronim: Agamis, Damai, Adil, Nyaman, Intelektual. Bukan sebuah kemustahilan visi kampus riset akan terwujud dengan sangat mudahnya di kampus madani. Bahkan lebih dari itu, warga kampus madani akan tercedaskan secara IQ (Intellectual Question), EQ (Emotional Quention), dan SQ intelektualnya. Cukup sudah bangsa ini menjadi bulan-bulanan dan mengkoleksi rekor-rekor keterbelakangan di berbagai bidang. Solusi dari semua ini adalah sebuah peradapan madani. Dikampus madani, mahasiswa, dosen, karyawan, pegawai katin, tukang kebun, sopir bus, dan berbagai penghuni kampus lainnya akan merasakan betahnya berada di kampus madani. Ini realities, kawan!!!. Mari sama-sama kita wujudkan dengan memulai madani itu dari diri kita sendiri, dimulai dari hal-hal kecil, dan kita mulai sekarang juga. Bergeraklah, karena tanda kehidupan itu adalah bergeraknya kita. Diam artinya sebuah pengkhianatan dan isyarat kematian.
Songsonglah UMSU Madani…!!!
Hidup Mahasiswa!!!
Allahu Akbar 3x!!!     

Selasa, 15 Maret 2011

Pengurus DPF PKM FKIP UMSU


Pengurus DPF PKM FKIP UMSU
Ketua                             : Ridwan
Sekretaris                      : Vera wati
Bendahara                     : Yuana Sari

Divisi-divisi :
@ Penelitian dan Pengembangan
  •  Ketua                   : Akhyarul Isma Pardede 
  • Wakil ketua          : Yusnar Yusuf
  • Sekretaris             : Erna Linda
@ Kaderisasi 
  • Ketua                    : Ahmad Hafiz
  • Wakil Ketua         : Nurmala
  • Sekretaris             : Nining
@ Humas
  • Ketua                    : Eko Kurniawan